Jumat, 18 Mei 2012

Belajar Rendah Hati dari Batukaru

Pagi begitu cerah menyambut, tanggal 5 Mei 2012 saya bersama teman-teman akan melakukan pendakian ke gunung Batukaru yang terletak di Tabanan Bali. Seperti yang telah direncanakan sebelumnya,saya bersama teman-teman kali ini mengambil rute dari jatiluwih. Ya, kata orang jalur terebut adalah yang paling singkat, dibanding dengan jalur dari Wongaya gede.
 Baca Selengkapnya
Dengan mengendarai motor, saya dan 12 teman lainnya tiba di pura Luhur Taksu- Jatiluwih pukul 10.00 pagi setelah menempuh kurang-lebih 2 jam dari Denpasar. Dipura itulah kami memulai perjalanan setelah meminta restu dari Bathara Luhur Taksu dengan di pimpin oleh Mangku Pura.
puncak batukaru saat pagi hari

Kami sempat diberi nasehat oleh pemangku disana, agar tidak berkata sembarangan yang dapat melukai perasaan, berkata-kata yang dianggap kotor, dan tidak mengeluh atau bertindak semena-mena. Agar kita diperjalanan selalu percaya bahwa gunung tersebut memiliki Magis tersendiri.
Pertama terlintas dipikiran saya, “Ah, dengan ketinggian 2200 mdpl paling juga dekat. Kata orang rata-rata 3 jam sampai”. Pada awal ketinggian 900 dpl kami mendaki, entah kenapa kaki ini terasa berat melangkah.  Teman disamping selalu mengeluh.”Ah capek. Kok lama sekali ya?”. Saya pun demikian. Kaki ini gemetar.. ingin kram rasanya. Padahal tahun lalu saya lewat jalur Wongaya Gede tidak separah ini, dan jalur tersebut merupakan jalur paling terjal dan panjang. Namun kali ini melewati jalur yang kebanyakan dikatakan orang lebih pendek, saya hampir tidak bisa melanjutkan.
Hampir Frustasi rasanya setelah ditinggal jauh oleh rombongan dan saya hanya ditemani oleh salah satu teman saya dibelakang. Hampir setiap sepuluh langkah saya berhenti. Beban terasa berat. Pikiranku langsung kacau entah kenapa. Rasa emosi bercampur frustasi menderu. Akhirnya saya mencoba menenangkan diri dan tidak memikirkan hal yang lain, selain sampai puncak sebelum malam. Saya mencoba santai dengan istirahat sambil makan dan menikmati pemandangan hutan belantara yang tidak tembus sinar matahari langsung. Tidak lama kemudian, rasa capek itu hilang dan entah kenapa rasanya tubuh ini dipenuhi energy segar. Pikiran jadi senang.. saya sampai bisa berlari menaiki terjalnya bukit dengan menggendong carrier 90 liter.
Akhirnya hampir 5 jam perjalanan saya tempuh sampai tiba di sebuah batu besar yang disebut Beji. Disana biasanya keluar air yang dianggap suci oleh penduduk sekitar.  Sayang waktu saya sampai disana tak setetespun air mengalir dari batu tersebut. Saya langsung tancap sekitar 1 jam perjalanan lagi hingga sampai pada hamparan padang rumput yang luas. Terlihat samar-samar sebuah payung bali (pajeng) dari pura Puncak Kedaton yang terletak tepat di puncak gunung Batukaru. Rasa senang menghampiri karena saya sudah sampai di puncak. Dan saya sudah ditunggu teman yang lain untuk membangun tenda.
Malam hari terasa indah karena malam itu bertepatan dengan bulan purnama (bulan penuh) ditemani gemerlapnya lampu di kota yang terlihat indah dari puncak gunung, bintang-bintang berkelap-kelip melengkapi dinginnya malam. Canda tawa bersama teman-teman seakan dapat mengusir dinginnya malam itu. Tiba-tiba serombongan orang berpakaian adat menghampiri kami, mereka menceritakan masalahnya. “Rombongan kami terpecah menjadi dua, kami tidak bawa persiapan apapun. Tanpa senter, tanpa persediaan air. Apakah adik mau menjual beberapa senter kepada kami? Kami akan bayar dan kami bermaksud balik untuk menjemput rombongan kami yang masih tertinggal di belakang. Mereka juga tidak bawa senter”. Saya prihatin mendengan cerita bapak-bapak tersebut. Akhirnya saya memberi mereka senter. Tak lama kemudian rombongan bapak-bapak tadi tiba sekitar 9 malam. Saya terkejut karena didalam rombongan tersebut ada seorang nenek-nenek. 


Keesokan harinya, pagi yang indah menyambut. Matahari terbit dari ufuk timur mengeluarkan sinar jingga yang muncul dari sebelah gunung Agung. Tampak indah disebelah barat terlihat jelas gunung Raung dan Gunung Baluran yang terletak di jawa timur menjulang tinggi ke angkasa. Disebelah Selatan separuh pulau bali terlihat begitu menawan, Disebelah Utara panorama Danau Buyan yang dikelilingi perbukitan menambah takjub saya akan Ciptaan Tuhan yang Maha Esa.
Dari pengalaman saya diatas akhirya saya mendapat sebuah pencerahan bahwa semestinya kita tidak menganggap remeh sesuatu apapun. Dan dengan pikiran yang rileks dan tenang, kita dapat mengahadapi masalah dengan baik. Dan sudah semestinya agar kita selalu menolong sesama yang sedang kesusahan.
Sebagai insan muda Indonesia saya bersyukur telah dilahirkan di Bumi Nusantara yang indah ini.

2 komentar:

  1. HI

    nama saya eli saya mau tahu info tentang guide yang bisa untuk mendaki ke batukaru
    apakah punya infonya ?
    tolong di email ke eli_kartika@yahoo.co.id

    BalasHapus
  2. gua juga mau kunjungikeindahan bali yang satu ini..
    http://ariefmoenandar.blogspot.com/2013/11/gunung-batur-bali-sekelumit-tujuan.html

    BalasHapus