Liburan semester ini saya memilih untuk mendaki gunung. Saya
memilih ke gunung raung yang terletak di
jawa timur. Menurut peta, ketinggian gunung raung diperkirakan 3.332 m.dpl . Dipuncak
gunung ini begitu indah jika cuaca cerah. Saya berangkat dengan yuda dari bali
mengendarai sepeda motor vario punya pamanku. Meskipun di jalan motor ku banyak
sekali masalahnya namun astungkara saya dapat menyelesaikan misi saya untuk
mendaki ke gunung raung.
Baca Selengkapnya
Baca Selengkapnya
Hari pertama (Perjalanan Melelahkan):
Tujuan pertama ku adalah Jember. Di Jember saya bisa untuk
isi ulang gas tabung kecil yang akan
digunakan untuk memasak di gunung nanti sekalian mampir di secretariat mahapala
di Universitas Jember.
Rute :
Denpasar-Gilimanuk-Ketapang-Banyuwangi-Jember
Estimasi waktu : 8 Jam perjalanan dengan kecepatan sepeda
motor rata-rata 60 km/jam
Perjalanan terasa menyebalkan saat dari denpasar menuju
gilimanuk. Entah kenapa motor vario yang aku pinjam dari pamanku rusak! Injakan
kaki lepas dan bautnya terpental entah kemana. Maklum mungkin karena jalanan
sekitaran tabanan sampai Negara hancur dan banyak lobangnya. Terpaksa di ikat
memakai tali raffia. Dan kami melanjutkan perjalanan dengan pelan-pelan.
Rasa jengkel akhirnya terobati setelah sampai di gilimanuk
(tidak menemui jalan berlobang lagi), kami menyebrang jam 11:40. Sambil
cerita-cerita di kapal ditemani alunan music dangdut dan memandang lautan selat
bali yang indah, tak lupa saya mensetting arloji saya satu jam lebih awal
mengikuti Waktu Indonesia bagian Barat.
Dari Banyuwangi menuju Jember memang agak melelahkan.
Ditambah saat itu cuaca panas membakar kulit muka ku karena helm yang ku pakai
gak ada kaca penutup. Saya sarankan jangan melakukan perjalanan siang bolong.
Panas bukan main rek!. Saya sampai di
jember jam 18.30 WIB(maklum sering berhenti). Saya dan yudha menginap di
secretariat mahapala DIII F.E UnEj. Teman-teman disana sangat ramah dan
mengasyikkan walaupun baru bertemu tapi serasa sudah menjadi sahabat lama.
universitas jember |
sekretariat mahapala |
Hari KEdua (Pendakian yang tertunda):
Rute : Jember-Bondowoso
Estimasi waktu : 40 menit
Rencana berangkat pada hari kedua kandas karena teman yang
rencananya mengantar ke Raung ada kesibukan saat itu ditambah cuaca yang sedang
tidak mendukung untuk naik gunung. Akhirnya saya Bermalam di Gema Mahapeta diuniversitas Bondowoso. Teman-teman mapala disana asyik-asyik baru bertemu sudah
bercanda dan sambil menghangatkan suasana kampus dengan arak bali yang saya
bawa.
sekretariat gema-mahapeta universitas bondowoso |
Hari Ketiga (Awal Petualangan)
Rute : Bondowoso-Sumberwringin
Estimasi waktu : 40 menit
Akhirnya hari ketiga jadi berangkat ke Gunung Raung. Jam
menunjukkan pukul 8:45 WIB Dengan diantar Patkay, aku , yuda dan ale berangkat
menuju Kecamatan sumberwringn yang merupakan Rute yang akan kami tempuh menuju
puncak Utara Raung. Pertama kami singgah dulu di Basecamp pendaki sambil
mengisi buku pendaki. Kemudian lanjut perjalanan menuju rumah pak Ir
tempat kami menitipkan sepeda motor
sekaligus mengisi air minum Kami membawa banyak air karena jalur pendakian
Raung tidak akan menemui sumber mata air.
tempat menitip motor |
Setelah berpamitan dengan Pak Ir , kami jalan kaki berangkat
menuju pondok motor. (konon dulu disana tempat persinggahan menaruh motor,
namun sekarang gubuknya sudah rusak). Namun belum sampai lima menit perjalanan,
ada bapak petani yang membawa mobil memberi kami tumpangan,tetapi tidak sampai pondok motor. Kami harus jalan
kaki sekitar 3 kilo lagi untuk sampai di pondok motor. Akhirnya jam Setengah
Duabelas kami tiba di pondok motor. Tidak perlu istirahat berlama-lama, kami
langsung lanjut perjalanan menuju pondok sumur.
Dari Pondok Motor menuju Pondok sumur memakan waktu 4 jam
perjalanan dengan melewati ladang kopi dan labu, dan sering menyesatkan..
soalnya kita melewati perkebunan dari penduduk disana, jadinya banyak sekali
percabangan jalan. Salah-salah kita
malah menuju gunung Suket. Para pendaki disarankan untuk bertanya pada
penduduk diladang. Atau kalau masih ada bisa mengikuti string line yang
dipasang oleh pendaki lain. Sehabis kebun, tibalah pada padang ilalang yang
setinggi tubuh manusia membuat jalur tertutup. Lanjut masuk hutan dan jam 15:30
WIB sampai di pondok sumur. (Dinamakan pondok sumur karena memang disana ada
sungai tapi hanya terisi air pada saat hujan). Kita camp di pondok sumur.
Hari Ketiga (Pondok Angin)
Pagi begitu cerah saat saya membuka mata, terlihat patkay
sedang masak air untuk kami. Saya pun langsung bangun dan ikut membantu. Menu
pagi ini hanyalah sedikit roti dengan air gula ditemani canda tawa gurauan yuda
yang mendengar alunan music dangdut di hutan kemarin malam. Saya lihat jam
menunjukkan pukul 8:00 WIB, kami langsung packing dan berangkat menuju pondok
angin, tempat camp terahir sebelum puncak. Kami berjalan dengan santai, setelah
melewati beberapa pos, diantaranya pondok Tonyo, Pondok Demit, Pondok Mayit .
memang kedengarannya angker tapi itu memang menurut cerita penduduk sekitar
bahwa jalur utara raung ini memang angker, dan pos-pos tersebut dinamakan
memang karena kenyataan ada mahluk begituan “hii… seram”. Saya sampai di pondok angin pada pukul 1 siang
(dinamakan pondok angin karena memang biasanya disini angin bertiup sangat
kencang). Maunya muncak sore tapi malah ada kabut diatas. Akhirnya kami memilih
muncak besok pagi. Sisa waktu yang lama saya habiskan untuk cerita-cerita
sambil bercanda.
pondok angin |
Hari keempat (Menuju Puncak)
Rencana awal kepuncak melihat sunrise atau matahari terbit
kandas setelah bangun kesiangan. Jam setengah 6 ini sudah terang benderang.
Roti, bendera, sarung tangan, saya masukkan ke daypack. Sarapan pagi ini cukup
air gula saja. Agar tidak keburu siang, kami percepat langkah menuju puncak.
Sempat sesekali berhenti akibat nafas tersedak akibat asap belerang yang turun
dari puncak. Medan yang cukup terjal dan sempit tidak menjadi halangan. Sampai
akhirnya tiba di puncak utara (disebut sebagai puncak singa) pada jam setengah
7.
Sepertinya Tuhan memberkati perjalanan kami, terbukti dengan
cuaca cerah.. tiada angin, tiada kabut, langit biru dihiasi awan matahari cerah
menerangi kawah yang luas. Sungguh pemandangan tiada tara.
Namun kami tidak banyak mengabadikan foto akibat baterai
kamera yang hanya tinggal sedikit. Kami hemat agar bisa foto setiap perjalanan.
Setengah jam dipuncak kami langsung turun berkemas, dan langsung menuju
perkampungan. Kami percepat langkah agar tidak kesorean sempat kaki ini keseleo
akibat terpeleset tapi saya tetap berjalan. Lagi-lagi hal terbosan yang pernah
saya jalani adalah trek macadam atau ladang perkebunan warga. Jalan datar tapi
berbatu dan jaraknya lumayan jauh. Sempat kami berharap ada mobil tumpangan
namun mungkin saat itu sore, jadi jarang yang memanen di ladang. Disini kami
hampir patah semangat. Telapak kaki mulai sakit menginjak batu-batu kerikil
yang tiada habisnya. Yeah.. tapi akhirnya sampai di perkampungan. Kami langsung
cuci kaki, dan berpamitan kepada pemilik rumah.
puncak raung utara |
puncak raung utara |
Ini adalah perjalanan menyenangkan…
Asyik nih cerita pendakian, semoga kami nanti bisa mendaki ke gn.Raung.
BalasHapusSalam kenal, tetap bertualang..Di tunggu kunjungannya.. :)
sip kang..
Hapus